BAB 1
1.
”Maharaja Yudhistira memohon kepada Resi Narada,
“Wahai Resi nan agung,
Wahai Prabhu,
sudikah menjelaskan bagaimana caranya agar kami yang menjalankan kehidupan rumah tangga ini,
yang tidak menyadari akan hakikat tujuan kehidupan ini,
dapat mencapai kebebasan,
selaras dengan sabda-sabda yang ada di berbagai Veda-Veda.”
2. Resi Narada bersabda :
“Wahai raja yang kukasihi,
mereka-mereka yang menjalankan peran sebagai kepala rumah tangga haruslah bekerja demi kehidupan mereka,
dan sebaiknya dari pada menikmati hasil-hasil dari pekerjaan mereka,
seharusnya mereka-mereka ini mempersembahkan hasil pekerjaan mereka kepada Kresna Vasudewa.
Dan untuk memuaskan Vasudewa (Tuhan Yang Maha Esa)
ini dapat dipelajari berbagai jalan yang sempurna melalui pendekatan dengan para bakta-bakta agung pemuja Yang Maha Kuasa ini.”
3/4. Resi Narada melanjutkan :
“Seorang grhasta harus selalu berasosiasi lagi dan lagi dengan para kaum yang suci
dan dengan penuh rasa hormat ia harus mendengarkan sari dari segala aktifitas Yang Maha Agung dan berbagai ReinkarnasiNya sesuai dengan yang telah dijabarkan di Srimad Bhagavatam dan di berbagai Puranas.
Selanjutnya secara bertahap ia melepaskan keterikatannya dengan istri dan putra-putrinya
ibarat seseorang yang terbangun (sadar) dari mimpinya.”
5. Resi Narada bersabda :
“Pada saat mencari nafkah secukupnya demi menunjang kehidupannya dan demi perawatan jiwa dan raganya,
seseorang yang terpelajar (pandita) wajib tinggal di tengah-tengah masyarakat tanpa terikat dengan berbagai masalah-masalah kekeluargaanya,
walaupun demikian,
secara eksternal ia terkesan terikat kepada keluarganya.”
6. Resi Narada melanjutkan sabdanya :
“Seorang yang cerdas yang hidup di tengah-tengah masyarakat seyogyanya merencanakan kehidupannya sehari-hari secara sederhana.
Seandainya ia mendapatkan berbagai masukan dan nasehat dari para sahabat, putra-putrinya,
orang tua,
saudara atau orang-orang lainnya,
ia wajib menyetujuinya secara eksternal, tetapi secara internal ia harus berketetapan untuk tidak menciptakan suatu kehidupan yang rumit,
karena kehidupan semacam itu tidak akan menghasilkan tujuan akan kehidupan ini.”
7.
”Kebutuhan-kebutuhan kehidupan yang bersifat alami diciptakan oleh Yang Maha Agung untuk seharusnya dipergunakan menunjang raga semua mahluk hidup. Terdapat tiga bentuk kebutuhan hidup ini. Yang diciptakan di langit (contoh : hujan, udara dan sebagainya),
yang diciptakan oleh bumi, (contoh : hasil bumi, hasil tambang, dan kelautan, dan sebagainya),
dan yang diciptakan di atmosfir (yang bisa didapatkan oleh seseorang tanpa terduga sebelumnya (contoh : keajaiban, nasib baik, keselamatan dan sebagainya).”
8.
”Seseorang diperbolehkan untuk memiliki harta benda sesuai dengan kebutuhan jiwa dan raganya,
tetapi seseorang yang menginginkan lebih dari itu harus dianggap sebagai pencuri,
dan ia pantas dihukum oleh alam.”
9.
”Seseorang wajib bersikap (penuh kasih sayang) terhadap fauna
seperti rusa, onta, keledai, kera, tikus, ular, burung dan lalat dan sebagainya.
Ibarat mereka ini adalah putra-putrinya. Sebenarnya hewan-hewan yang lugu ini tidak jauh berbeda dengan anak-anak kecil.”
10.
”Walaupun seseorang itu statusnya kepala rumah tangga
dan bukan seorang Brahmachari
atau sanyasi
ataupun berstatus Vanaprastha,
ia seharusnya tidak berusaha sekuat tenaga demi agama,
demi pencarian harta benda (sebanyak mungkin)
ataupun demi pemuasan indra-indra tubuhnya.
Walaupun seseorang itu adalah kepala rumah tangga,
ia seharusnya puas dengan apa yang didapatkannya tanpa usaha yang menggebu-gebu demi pelestarian dan pemeliharaan jiwa raganya secara bersama-sama,
sesuai dengan tempat dan zaman ia berada,
dengan karunia Yang Maha Esa. Seseorang sebaiknya tidak mengikat dirinya dengan ugra karma.
11.
”Anjing,
orang yang hina
dan orang yang tak boleh disentuh termasuk candalas (pemakan anjing), semuanya ini wajib diperhatikan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan mereka, semua kebutuhan ini seharusnya didana-puniakan oleh setiap kepala keluarga. Bahkan istri seseorang yang adalah ikatan yang terintim seseorang,
harus dipersembahkan demi pelayanan terhadap tamu,
masyarakat dan semua orang pada umumnya.”
12. ”Ada orang-orang tertentu yang menganggap bahwa istrinya adalah miliknya pribadi yang tidak boleh dilibatkan atau diganggu-gugat, sehingga ia membunuh dirinya atau orang-orang lain demi istrinya ini, bahkan mampu membunuh orang tua dan gurunya spritualnya sendiri. Seandainya seseorang mampu melepaskan keterikatan dengan istri semacam ini, maka ia akan dapat “menguasai” Yang Maha Esa, Yang Tak Terkuasakan oleh siapapun juga.”
13. ”Melalui budi dan upayanya yang selaras, seseorang seharusnya secara lambat-laun menanggalkan keterikatannya dengan raga istrinya karena raga tersebut secara pasti pada suatu saat kelak akan berubah menjadi cacing kermi, kotoran dan abu. Berapakah harga dari raga yang tak berarti ini ? Betapa lebih besar nilai Yang Maha Kuasa, Yang Maha Pengasih (pengisi) alam semesta ini, ibarat bentangan langit yang luas dan tanpa tepi ini ?
14. ”Seseorang yang cerdas harus merasa puas dengan menyantap prashada (sesajen yang dipersembahkan kepada Yang Maha Esa) atau dengan melakukan lima bentuk yajna (Pancana-Suna). Dengan melakukan berbagai kegiatan ini, ia akan melepaskan keterikatan dari raganya dan dari hal-hal yang berhubungan dengan raga ini. Sewaktu seseorang ini mampu melaksanakan hal ini, maka secara tegar ia akan memasuki status sebagai seorang mahatma.”
15. ”Setiap hari, ia wajib memuja ke Yang Maha agung yang bersemayam di dalam kalbunya, dan berdasarkan pemujaan ini, ia juga secara terpisah wajib memuja para dewa-dewi, para orang-orang suci, sesama manusia dan berbagai mahluk hidup lainnya, memuja leluhur dan Sang Jati Dirinya. Dengan cara ini ia akan mampu memuja Yang Maha Agung yang bersemayam di dalam lubuk kalbunya.”
16. ”Sewaktu seseorang memiliki harta dan ilmu pengetahuan dan menjalankannya dengan penuh kendali, dan dengan kedua faktor tersebut ia mampu melaksanakan yajna atau memuaskan Tuhan Yang Maha Agung, maka seharusnya ia melaksanakan berbagai upacara yajna, agni-hotra-adina sesuai dengan kaidah-kaidah yang terdapat di dalam berbagai sastra widhi. Dengan cara ini ia seharusnya memuja Tuhan Yang Maha Agung.”
17. ”Tuhan Yang Maha Agung, Sri Kresna, adalah penikmat sesajen yang dipersembahkan. Namun walaupun Beliau menikmati persembahan melalui agni (api), wahai Raja yang kuhormati, Beliau lebih puas seandainya sesajen terbuat dari gandum-ganduman dan ghee (mentega murni) yang dipersembahkan kepadaNya melalui para Brahmana yang memenuhi syarat.”
18. ”Selanjutnya, wahai raja yang kami hormati, persembahkan prashada (sesajen) ini kepada kaum Brahmana dan kepada para dewa, dan setelah mempersembahkan sesajen yang berharga ini dikau diperkenankan untuk membagi-bagikan prashada ini ke mahluk-mahluk hidup lainnya sesuai dengan kemampuanmu. Dengan cara ini dikau akan mampu memuja semua bentuk kehidupan atau dengan kata lain, dikau akan mampu memuja intisari agung yang bersemayam di dalam semua bentuk kehidupan ini.”
19. ”Seorang Brahmana yang cukup berada wajib menghaturkan persembahan sewaktu rembulan berada pada posisi gelap (setiap 2 minggu), pada akhir bulan Bhadar. Dengan cara ini, ia wajib menghaturkan persembahan para sanak saudara (dari) leluhur pada saat upacara-upacara Mahalaya yang diselenggarakan pada bulan Asvina.”
20/23.“Seseorang wajib melaksanakan upacara sradha pada saat Makarasankranti (suatu hari di saat Sang Surya mulai bergerak ke utara) atau pada hari Karkata-Sankranti, yaitu hari sewaktu Sang Surya mulai bergerak ke arah selatan. Seseorang diharuskan melaksanakan upacara ini pada hari Mesa-Sankriti dan pada hari Tula-Sankranti; melalui yoga yang disebut Vyatipata; pada hari tersebut tiga tithis sang chandra bergabung, di saat gerhana bulan atau gerhana matahari; pada hari ke 12 (tahun rembulan); dan juga pada hari Sravana-Naksatra. Seseorang wajib melaksanakan upacara ini pada hari Aksaya-trtiya, pada hari kesembilan (tahun rembulan) di saat malam hari terasa terang pada bulan Kartika, pada empat astaka saat musim salju dan musim dingin, pada hari ketujuh (tahun rembulan) pada saat 14 hari dikala malam terasa terang pada bulan Maha; di saat rembulan bulat penuh; atau tidak bulat penuh; hari-hari dihubungkan dengan naksastras dari mana beberapa nama bulan ini berasal. Seseorang juga harus melakukan upacara sradha pada hari ke dua belas (rembulan) sewaktu saat tersebut berhubungan dengan salah satu naksastras yang disebut Anuradha, Sravana, Uttara-phalguni, Uttarasadha atau Uttara-bhadrapada. Dan juga seseorang harus melaksanakan upacara ini pada saat hari kesebelas (rembulan) sedang bergabung dengan salah satu dari Uttara-phalguni,Uttarasadha atau Uttara-bhadrapada. Terakhir, seseorang harus melaksanakan upacara ini pada hari-hari yang berhubungan dengan horoskop kelahirannya (Janma-naksatra) atau dengan Sravana-naksatra.”
24. ”Semua waktu (saat) yang jatuh di berbagai musim dianggap amat sangat sakral dan bermanfaat untuk kemanusiaan. Pada saat-saat tersebut seseorang seharusnya melaksanakan semua jenis pekerjaan dan aktifitas-aktifitas yang bermanfaat dan suci sifatnya, karena dengan melaksanakan berbagai aktifitas tersebut seseorang dapat mencapai kesuksesan dalam masa kehidupannya yang singkat ini.”
25. ”Pada saat-saat pergantian musim, seandainya seseorang mandi di sungai Gangga, di Yamuna atau di tempat-tempat sakral lainnya, seandainya seseorang menghaturkan puja, agni-hotra, atau melaksanakan nazar atau bila seseorang memuja Yang Maha Esa, para Brahmana, leluhur, para dewa dan semua mahluk hidup secara sama rata, apapun yang didana-puniakan (didermakan) akan menghasilkan pahala abadi yang amat bermanfaat.’
26. ”Wahai Raja Yudhistira, pada saat-saat yang telah ditentukan untuk menyelenggarakan upacara-upacara ritual demi seseorang atau demi anak-istri, atau selama upacara-upacara kematian dan upacara pada hari kematian seseorang, maka diharuskan kepada seseorang untuk melaksanakan upacara-upacara tersebut di atas yang bersifat sakral dan bermanfaat karena menghasilkan imbalan yang besar dalam bentuk pahala.”
27/28.Resi Narada melanjutkan sabda-sabdanya, “Sekarang akan kuterangkan mengenai tempat-tempat dimana pelaksanaan berbagai upacara agama sebaiknya dilakukan. Di setiap tempat di mana hadir seorang Vaisnawa (pemuja Vishu, Kresna Vasudewa, Narayana, Yang Maha Esa) adalah tempat yang terbaik untuk melaksanakan sesuatu aktifitas yang sakral dan bermanfaat. Tuhan Yang Maha Esa (Bhagavata) adalah penunjang seisi alam semesta dengan seluruh ciptaan-ciptaan Beliau baik yang bergerak dan yang tidak bergerak, dan sebuah lokasi yang berisikan simbol / arca Yang Maha Kuasa dianggap sebagai sebuah tempat yang sakral. Lebih lanjut, lokasi-lokasi di mana para Brahmana yang terpelajar mempelajari prinsip-prinsip ajaran Veda berdasarkan ibadah-ibadah mereka, dan berdasarkan tujuan-tujuan mendidik dan kasih-sayang, adalah tempat yang amat bermanfaat dan sakral.”
29. ” Lokasi-lokasi di mana berada kuil-kuil pemujaan Tuhan Yang Maha Esa, Kresna (Hari) adalah dianggap sakral, dan juga lokasi-lokasi di mana mengalir sungai-sungai suci yang disebut-sebut di berbagai pustaka Purana penunjang berbagai Veda. Sesuatu hal yang bersifat spritual seandainya dilaksanakan di tempat-tempat tersebut pastilah akan sangat bermanfaat.”
30/33.”Danau-danau sakral seperti Puskara dan berbagai tempat di mana para kaum suci pernah tinggal, seperti Kurusetra, Gaya, Prayaga, Pulaasrama, Naimisaranya, tepian sungai Phalgu, Setubhanda, Prabhasa, Dvarka, Varanasi, Mathura, Pampa, Bindu-sarovara, Badarikasrama (Narayanasrama), Berbagai tempat di mana sungai Nanda mengalir, berbagai lokasi di mana Prabu Ramachandra dan Bunda (Dewi) Shinta pernah singgah seperti Citrakuta, dan berbagai bukit yang terkenal seperti Mahendra dan Malaya............kesemua tempat-tempat suci ini dianggap sangat sakral (keramat). Juga di mana pun di dunia ini di mana simbol-simbol Hare (Yang Maha Kuasa) dipuja wajib dihormati dan dikunjungi dan boleh saja seseorang yang berkeyakinan bahwa Tuhan Yang Maha Esa hadir di tempat tersebut memuja atau bertapa-brata disitu. Pemujaan dan kunjungan spritual pasti akan berdampak positif bagi mereka-mereka yang sedang meniti jalan spritual ke hadirat Yang Maha Kuasa dan akan mendapatkan pahala seribu kali lebih besar jika dibandingkan dengan pelaksanaan ritual yang sama yang dilaksanakan di tempat-tempat lainnya (yang bernuansa biasa).”
34. ”Wahai Raja bumi ini, telah ditetapkan oleh para ahli, para cendekiawan yang piawai bahwasanya Hari Kresna Vasudewa adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang didalamNya semua ciptaan ini terkandung dan dariNya semua ini hadir, Beliau adalah Yang terbaik untuk dipuja dan dijadikan Tujuan bagi semua persembahan.”
35. ”Wahai Raja Yudhistira, para dewa-dewi, para resi dan kaum suci yang agung termasuk keempat putra Sang Brahma dan aku secara pribadi hadir pada saat dikau menyelenggarakan upacara yajna Rajasuya, dan pada kejadian tersebut timbul pertanyaan (diantara yang hadir) siapakah yang pertama-tama harus dipuja, dan semua yang hadir memutuskan pemujaan pertama dipersembahkan kepada Sang Krishna, Yang Maha Esa.
36. ”Seisi alam semesta ini yang penuh dengan berbagai mahluk hidup, adalah ibarat sebuah pohon yang akarnya adalah Sri Kresna yang disebut juga Acyuta. Jadi hanya dengan memujaNya saja sebenarnya semua mahluk hidup termasuk para dewa dan resi-resi agung sudah dipuja.”
37. ”Yang Maha Esa (Anena = Dia) telah menciptakan berbagai tempat-tempat (purani) di mana Beliau dapat bersemayam seperti : raga manusia, fauna, burung, para kaum suci, para dewa-dewi, dan sebagainya. Di dalam semua raga yang tak terhitung jumlahnya ini, Beliau hadir sebagai Paramatma. Dengan demikian Beliau dikenal sebagai Purusavatara.
38. ”Wahai raja Yudhistira, Sang Jati Diri (Jiwa Utama, Paramatma) yang bersemayam di setiap raga memberikan daya intelegensia (kekuatan budi) kepada setiap insan sesuai dengan kapasitas budi pekerti (pemahaman) individu tersebut. Oleh karena itu Sang Jati Diri adalah seorang pemimpin utama di dalam raga (setiap insan) yang bermanifestasi dan bersemayam di jiwa manusia dengan perkembangan komparatif pengetahuan usaha-usaha spritual dan berbagai karunia individu tersebut.”
39. ”Wahai Raja yang kuhormati, sewaktu para resi dan kaum suci yang agung melihat cara-cara tidak terhormat pada permulaan Treta-Yuga, maka mereka-mereka ini lalu memperkenalkan pemujaan terhadap arca di dalam kuil-kuil dengan segala tata-caranya (ritual-ritualnya) .”
40. ”Kadang-kadang seorang pemuja yang penuh dengan iman menghaturkan berbagai ritual-ritual pemujaan kepada Yang Maha Kuasa dengan memuja arca dewa-dewa tertentu, tetapi pemuja ini sering iri hati (memandang rendah) kepada para pemuja Vishnu, maka Yang Maha Esa Tidak pernah merasa puas dengan pemujaannya.”
41. ”Wahai Raja yang kuhormati, di antara semua insan, seorang Brahmana seharusnya diterima sebagai yang terbaik di tengah-tengah dunia yang serba bernuansa materi ini, karena Brahmana tersebut, dikarenakan oleh berbagai upaya spritualnya, pelajaran-pelajaran Vediknya, telah mencapai suatu bentuk keharmonisan (dengan Yang Maha Esa), ia kemudian ibaratnya telah menjadi salah satu instrumen dari Yang Maha Kuasa itu sendiri.”
42. ”Wahai Raja Yudhistira yang kuhormati, para Brahmana khususnya mereka yang selalu mengajarkan keagungan Yang Maha Kuasa ke seluruh penjuru dunia diakui dan dipuja oleh Yang Maha Kuasa, yang merupakan inti-jiwa dari semua ciptaan. Para Brahmana ini, dengan ajaran-ajaran mereka, mensucikan ketiga loka dengan daki (debu) yang melekat di kaki padma mereka, dan oleh karena itu mereka pun layak untuk dipuja oleh Sang Kresna (Yang Maha Penyayang).”
Dengan ini berakhirlah salah satu bab dari Bhagavata-Purana ini yang dikenal dengan judul : “Kehidupan Grhasta yang ideal”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar